Kamis, 21 April 2016

MENCARI PEMIMPIN, BUKAN PENGUASA


MENCARI PEMIMPIN, BUKAN PENGUASA


Seorang pemimpin ibarat pilot dalam penerbangan yang membawa penumpang menuju suatu tempat yang diinginkan. Sebagai pilot, tentulah ia harus memahami dan menguasai semua instrumen di dalam cockpit, agar penerbangan berjalan lancar, sehingga semua penumpang selamat sampai tujuan. Kecakapan pilot mengendalikan pesawat dalam berbagai situasi, merupakan faktor terpenting bagi keamanan dan keselamatan selama penerbangan.

Untuk menjadi seorang pilot, tentu bukan perkara mudah. Selain harus mengikuti pendidikan formal selama beberapa tahun, ia juga harus melatih kecakapan mengendalikan pesawat secara rutin, agar kemampuanya semakin terasah. Setelah pendidikan dan pelatihan dilalui, masih ada satu tahap yang harus dijalani lagi, yaitu ujian untuk mendapatkan lisensi layak terbang. Lisensi ini mesti diperbarui dalam rentang waktu tertentu, sesuai jenis lisensi yang dimiliki.

Tahap-tahap yang harus dilalui calon pilot itu, merupakan seleksi untuk menentukan apakah ia telah cakap dan layak menjadi pilot atau tidak.
Dan tahapan seperti ini juga berlaku bagi seseorang sebelum mendapat amanah menjadi pemimpin. Namun, fase yang harus dilalui seorang pemimpin jauh lebih komprehensif dibanding tahapan menjadi pilot. Selain itu, bekal yang harus dimiliki pemimpin melebihi bekal yang dibutuhkan seorang pilot.

Meski memiliki kriteria dan standar yang berbeda, pilot dan pemimpin sama-sama memiliki tugas mengantarkan orang yang telah memberinya kepercayaan sampai ke tujuan dengan selamat. Agar harapan ini terwujud, kita mesti selektif memilih siapa yang layak dan pantas menjadi pemimpin. Sebab, salah pilih bukan saja akan membuat perjalanan menjadi tak nyaman, tapi juga mengancam keselamatan jiwa penumpang.

Dalam skala yang lebih besar, seperti Pemilihan Kepala Daerah (Bupati Buton Tengah) yang akan berlangsung tahun 2017, memilih pemimpin merupakan bentuk tanggungjawab kita sebagai insan beragama dan warga negara yang baik. Karena itu, sebelum memberikan amanat kepada seseorang menjadi pemimpin, sebaiknya kita memiliki gambaran lebih awal tentang karakter seorang pemimpin.

Gambaran ini sebagai panduan agar kita tidak tersesat menentukan pilihan.

Pandangan pertama yang perlu kita sepakati adalah pemimpin merupakan abdi masyarakat. Sebab, kepemimpinan merupakan amanah (titipan) dari Allah maupun masyarakat yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan menyadari kepemimpinan merupakan amanah, semestinya tak perlu terjadi konflik untuk merebut kekuasaan. Apalagi sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.

Pemimpin dan Penguasa

Dalam buku terkenalnya As-Siyâsah Asy-Syar’iyyah, Ibnu Taimiyah mengatakan, karena kepemimpinan merupakan amanah, maka untuk meraihnya harus dengan cara yang benar, jujur dan baik. Tugas yang diamanatkan harus dilaksanakan dengan baik dan bijaksana. Karena itu, ketika memilih pemimpin seharusnya masyarakat tidak melakukannya berdasarkan golongan dan kekerabatan semata. Seorang pemimpin harus dipilih berdasarkan keahlian, profesionalisme dan keaktifan.

Menurut Ibnu Taimiyah, substansi kepemimpinan merupakan amanat yang harus diberikan kepada orang yang benar-benar ahli, berkualitas, dan memiliki tanggung jawab yang benar dan adil, jujur serta bermoral baik. Jika kriteria ini bisa dipenuhi oleh seorang pemimpin, insyaallâh akan membawa pada kehidupan yang lebih baik, harmonis, dan dinamis.

Amanah merupakan salah satu prinsip dasar kepemimpinan Rasulullah, selain tiga prinsip lainnya. Yaitu shiddîq (jujur), fathânah (cerdas dan berpengetahuan), amânah (dapat dipercaya), dan tablîgh (berkomunikasi dan komunikatif dengan semua orang). Empat sifat dasar ini juga bisa menjadi faktor yang membedakan antara penguasa dan pemimpin.

Seorang penguasa, biasanya mendapat kekuasaan dengan cara merebut dari pihak lain, lewat peperangan atau penjajahan. Sebagian besar orang yang berada dalam kekuasaannya, juga tak pernah merasakan kedamaian. Bahkan, tak menutup kemungkinan mereka akan berada dalam kondisi tertekan, karena harus menuruti setiap kemauan penguasa. Penguasa pun memiliki kewenangan tunggal dan bersifat mutlak, serta tak bisa diganggu gugat.

Sedangkan pemimpin, mendapat kepercayaan dari orang lain karena diakui kemampuan intelektual dan kematangan emosionalnya. Pemimpin yang baik, akan selalu mendorong orang yang dipimpinnya untuk mengembangkan potensi. Karena itu salah satu ukuran kesuksesan pemimpin justru dilihat dari kesuksesan orang yang dipimpinnya. Semakin banyak bawahan yang sukses, berarti ia berhasil menjadi pemimpin. Begitu pula sebaliknya.

Sunnah Kepemimpinan

Rasulullah merupakan tipikal pemimpin yang sukses melahirkan generasi penerus yang layak menjadi pemimpin umat. Salah satu kunci sukses beliau adalah kesediaan untuk berbagi dan menumbuhkan sikap tanggung jawab terhadap pekerjaan yang menjadi tugas masing-masing. Faktor inilah yang menjadi salah satu intisari dari pesan beliau, “Kullukum râ’in wa kullukum mas`ûlun ‘an rai’yatihi.” Semua dari kalian adalah pemimpin, dan kalian semua bertanggungjawab atas yang dipimpinnya.

Pemimpin yang bersedia berbagi dengan orang lain, akan menunjukkan kematangan emosional, karena tak akan menganggap dirinya paling benar. Sikap rendah hati ini memungkinkannya bisa menerima masukan dari orang lain untuk mencari kebenaran.

Sikap ini pernah ditunjukkan Abu Bakar Ass-Shiddiq ketika diangkat menjadi pemimpin umat setelah Rasulullah wafat. Dalam sebuah penggelan pidatonya, Abu Bakar berkata, “Saudara-saudara, aku telah diangkat menjadi pemimpin, bukan karena aku yang terbaik di antara kalian. Untuk itu jika aku berbuat baik, bantulah aku. Dan jika aku berbuat salah, luruskanlah aku. Orang lemah di antara kalian, aku pandang kuat posisinya di sisiku, dan aku akan melindungi hak-haknya. Orang kuat di antara kalian, aku pandang lemah posisinya di sisiku, dan akan kuambil hak-hak yang mereka peroleh dengan jalan yang jahat, untuk aku kembalikan kepada yang berhak menerimanya.”
Dari penggalan pidato ini, ada beberapa pesan yang bisa diambil.

Pertama, rendah hati. Posisi pemimpin sebenarnya tidak berbeda dengan rakyat biasa. Karena itu, pemimpin tak harus diistimewakan. Ia hanya orang yang perlu didahulukan, karena ia mendapat kepercayaan dan mengemban amanat. Sikap rendah hati ini, biasanya mencerminkan persahabatan dan kekeluargaan.

Kedua, terbuka untuk dikritik. Kritik dari rakyat dipandang sebagai bentuk kepedulian mereka terhadap kelangsungan hidup bersama. Hal ini merupakan partisipasi sejati. Karena, sehebat apapun pemimpin, pasti memerlukan partisipasi orang banyak dan mitranya. Prinsip dukungan dan kontrol masyarakat ini, harus diterima dengan lapang dada.

Ketiga, berlaku adil. Keadailan adalah faktor yang harus dimiliki seorang pemimpin untuk kemakmuran rakyat. Pemimpin harus mampu menimbang dan memperlakukan sesuatu secara adil dan menjauhkan dari dari sikap berat sebelah. Orang yang “lemah” harus dibela haknya dan dilindungi. Orang kuat yang bertindak zhalim harus ditindak. Wallâhua’alam bish-shahawâb.




Siapakah calon Pemimpin BUTON TENGAH yang mampu sesuai dengan Kriteria Kriteria diatas....??
INGAT BUKAN CALON PENGUASA...

Selasa, 05 April 2016

AMAL JARIAH YANG SESUNGGUHNYA

AMAL JARIAH YANG SESUNGGUHNYA



Assallamu’allaikum
Saudara - saudaraku seiman yang saya hormati. Terkhusus di negeriku Kabupaten Buton Tengah yang memiliki Slogan Beramal Jariah.

Sering kita mendengar sebuah kata yaitu amal jariah. Amal jariah dalam bahasa arab
berarti amal yang mengalir. Definisinya adalah, perbuatan baik yang mendatangkan pahala bagi yang melakukannya, meskipun ia telah berada di akhirat. Pahala dari amal perbuatan tersebut terus mengalir kepadanya selama orang yang hidup mengikuti atau memanfaatkan hasil amal perbuatannya ketika di dunia.

Di sinilah kelebihan amal jariah dibanding amal-amal lain yang hanya diberi balasan sekali dalam satu perbuatan. Kata ‘amal’ dapat diterapkan pada semua perbuatan lahiriah, seperti melaksanakan shalat, membayar zakat,menunaikan ibadah haji, dan kegiatan-kegiatan sosial.

Dapat juga diterapkan pada perbuatan batiniah, seperti niat, beriman kepada Allah SWT, bersabar menahan penderitaan, tabah menghadapi ujian, dan sebagainya.

Berdiam diri tidak melaksanakan perbuatan yang dilarang Allah SWT juga dapat disebut amal. Kata ” jariah” diibaratkan dengan air yang secara terus-menerus mengalir dari sumbernya tanpa habis habisnya. Dalil yang populer sebagai dasar keberadaan amal jariah ialah hadist dari Abu Hurairah yang menerangkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila anak Adam (manusia) wafat, maka terputuslah semua (pahala) amal perbuatannya kecuali tiga macam perbuatan, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).

Ketiga amal jariah tersebut ialah sebagai berikut:

  1. Sedekah jariah, yaitu harta yang diwakafkan. Dalam hukum Islam, wakaf diartikan sebagai penahanan terhadap suatu harta (tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan). Kemudian manfaat dari harta itu diberikan untuk kepentingan umat Islam.
  2. Ilmu yang bermanfaat, yaitu ilmu yang diajarkan kepada orang lain dan orang lain tersebut  memanfaatkannya untuk kemaslahatan hidup baik secara individu maupun secara bersama. Selama ilmu yang diajarkan itu dimanfaatkan oleh orang, selama itu pula pahalanya mengalir kepada yang mengajarkannya di akhirat.
  3. Anak saleh yang mendoakan kedua orang tuanya. Anak yang saleh ialah anak yang baik-baik. Tidak hanya anak, tetapi masuk juga dalam kategori ini keturunannya seperti cucu dan seterusnya. Selain dari ketiga jenis perbuatan di atas, ada lagi beberapa macam perbuatan yang tergolong dalam amal jariah.


Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda “Sesungguhnya diantara amal kebaikan yang mendatangkan pahala setelah orang yang melakukannya meninggal dunia ialah ilmu yang disebarluaskannya, anak soleh yang ditinggalkannya, mushaf (kitab-kitab keagamaan) yang diwariskannya, masjid yang dibina, rumah yang dibina untuk penginapan orang yang sedang dalam perjalanan. sungai yang dialirkannya untuk kepentingan orang ramai, dan harta yang disedekahkannya “(Hadist Riwaya Ibnu Majah).

Yuk, sekarang kita kupas lebih detail.

Ilmu yang di sebarluaskan :
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang bermanfaat,baik melalui pendidikan formal (seperti sekolah, universitas) dan pendidikan tidak formal seperti perbincangan ilmiah, tazkirah di masjid-masjid, ceramah umum, program dakwah dan sebagainya. Termasuk dalam kategori ini adalah menulis buku-buku yang berguna , menulis kitab- kitab agama dan menyebarkan bahan-bahan pendidikan Islam melalui artikel-artikel tazkira sama ada di facebook atau blog.

Anak soleh yang ditinggalkan :
Yaitu mendidik anak menjadi anak yang soleh. Anak yang soleh akan selalu berbuat kebaikan di dunia. Menurut keterangan hadist ini, kebaikan yang diperbuat oleh anak soleh pahalanya sampai kepada orang tua yang mendidiknya yang telah meninggal dunia tanpa mengurangi nilai atau pahala yang diterima oleh anak anak tadi. Doa anak yang soleh kepada orang tuanya mustajab di sisi Allah SWT.

Mushaf (kitab-kitab agama) yang diwariskannya :
Mewariskan Kitab Suci Al-Quran, kitab tafsir Al-Quran, Mushaf (buku agama) kepada orang-orang yang dapat memanfaatkannya untuk kebaikan diri dan masyarakatnya. Selagi kitab-kitab tersebut digunakan sebagai bahan bacaan dan rujukan maka orang yang mewakafkan akan mendapat pahala yang berterusan. Jadi kita punya buku-buku islami atau yang bermanfaat dan kebetulan sudah jarang dibaca dan masih dalam kondisi baik,alangkah baiknya jika disumbangkan di perpustakaan masjid.Kebiasaan masyarakat kita adalah sering membuat buku yasin disaat peringatan seribu hari meninggalnya anggota keluarga untuk disumbangkan kepada anggota jamaah yasin… dan menurut masshar itu juga bagus dan bermanfaat.

Masjid yang dibina :
Membangun masjid. Perkara ini selaras dengan sabda Nabi SAW yang bermaksud, “Barangsiapa yang membangunkan sebuah masjid kerana Allah walau sekecil apa pun, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di syurga” (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim). Orang yang membina masjid tersebut akan menerima pahala seperti pahala orang yang mengerjakan amal ibadah di masjid tersebut. Termasuk juga mewakafkan tanah untuk pembinaan masjid.

Rumah yang dibina untuk penginapan orang yang sedang dalam perjalanan :
Membangun rumah musafir atau pondok bagi orang-orang yang bermusafir untuk kebaikan adalah suatu amalan sangat di tuntut. Setiap orang yang memanfaatkannya, baik untuk beristirahat  sebentar maupun untuk bermalam dan kegunaan lain yang bukan untuk maksiat, akan mengalirkan pahala kepada orang yang membinanya hal ini bukan yang dimaksud bisnis hotel.

Sungai yang dialirkannya untuk kepentingan orang ramai:
Mengalirkan air secara baik dan bersih ke tempat-tempat orang yang memerlukannya atau menggali perigi ditempat yang sering dilalui atau didiami orang ramai. Setelah orang yang mengalirkan air itu meninggal dunia dan air itu tetap mengalir serta terpelihara dari kecemaran dan dimanfaatkan orang yang hidup maka ia mendapat pahala yang terus mengalir. Semakin ramai orang yang memanfaatkannya semakin banyak ia menerima pahala di akhirat. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa membina sebuah telaga lalu diminum oleh jin atau burung yang kehausan, maka Allah akan memberinya pahala kelak di hari kiamat.” (Hadist Riwaya Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Majah).

Harta yang disedekahkannya :
Menyedekahkan sebahagian harta. Sedekah yang diberikan secara ikhlas akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda. Selain daripada harta yang diberikan sebagai sedekah, termasuk juga mewakafkan tanah untuk pembangunan pendidikan Islam, rumah anak yatim, tanah perkuburan dan rumah oarng-orang tua(panti jompo).Selagi tanah tersebut digunakan untuk kebaikan maka pahalanya akan berterusan kepada pemberi tanah wakaf tersebut. Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya sedekah itu benar-benar dapat memadamkan panas kubur bagi pelakunya, sesungguhnya orang mukmin kelak di hari kiamat hanyalah bernaung dalam naungan sedekahnya (Hadis Riwayat Al-Tabrani).

Jadi, Sedekah dapat di jadikan sebagai pemberi syafaat bagi pelakunya . Di dalam kubur ia mendapatkan kesejukan berkat sedekahnya dan terhindar dari panasnya kubur. Demikian pula di hari kiamat, ia akan mendapatkan naungan dari amal sedekahnya, padahal ketika itu kebanyakan manusia berada di dalam kepanasan yang tiada taranya. Dalam hadist lain di sebutkan bahwa sedekah itu dapat menolak kemurkaan Allah. Inilah sebenarnya yang Islam kehendaki,yaitu yang kaya membantu mereka yang miskin. Barulah bermakna dan bermanfaat segala harta dunia yang dimiliki. Apalah artinya harta melimpah kalau kita tidak sedekah.

Rasulullah SAW sepanjang hayat sangat menjunjung tinggi sikap dermawan yang tidak bakhil dengan menyumbangkan hartanya ke jalan kebaikan. Dengan kenyataan yang juga berbentuk satu motivasi bagi umatnya, Baginda Rasul  berpesan kepada kita: “Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah, dan tangan yang di atas suka memberi dan tangan yang di bawah suka meminta.” (Hadis riwayat Bukhari, Muslim dan Abu Daud).

Teruskan Beramal Jariah karena inilah jenis amalan yang berterusan umpama air sungai yang mengalir kepada mukmin yang melakukannya semasa mereka masih hidup di dunia ataupun ketika telah meninggal dunia.


AYO KITA BERAMAL JARIAH UNTUK BUTON TENGAH

BUKAN SLOGAN DOANG...

DESA WATORUMBE

SELAYANG PANDANG   DESA WATORUMBE KECAMATAN MAWASANGKA TENGAH KABUPATEN BUTON TENGAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA        ...