Kamis, 17 Maret 2016

SEBUAH CATATAN SEJARAH TENTANG KEHIDUPAN


SEBUAH CATATAN SEJARAH

TENTANG PELANGI KEHIDUPAN


Ragam dan macam permasalahan datang tanpa mengucapkan kata permisi, hakekat hidup mulai menuai banyak likuan, entah itu pahit maupun keceriaan, rentetan berbagai macam cobaan yang disikapi harusnya bisa menjadikan kita lebih dewasa dikala suasana mengatakan hal lain terhadap pencapaian ketika hal itu digadang-gadangkan tuk digapai.

Alangkah berat penempuhan jarak jalan mencapai finish kala kita hilang kendali dan tak bisa lagi mengemudikan kemudi diri ini, dan ketika kita mengedepankan tujuan, kadang datang permasalahan berlipat ganda, dan ketika tujuan itu telah dicapai kadang situasipun  berubah menjadi lain pula.

Perjalanan hidup adalah ketika kita diuji dan berusaha mencoba tuk menahan semua rasa yang menggundahkan hati dan menciutkan semangat, perjalanan hidup tak mudah digapai ketika kita menghendaki apa yang dikehendaki, bilamana tiba-tiba hal yang dikehendaki sirna ditelan putaran sang waktu yang tanpa menunggu tuk merajalela setiap apa yang ia inginkan hilang searah dengan silih pergantian.

Hari demi haripun berganti, usia semakin termakan waktu, tubuh ini makin hari makin lemah dan kelak tak mampu lagi berkutik, pernahkah disadari betapa berharganya kita dihari ini, pernakah kita pikirkan bahwa detik ini adalah anugerah terindah yang masih kita dapatkan, pernahkah kita pahami betapa dicintainya kita dikala hari ini kita masih mampu menatap indah dunia beserta anugerah yang terlimpahkan didalamnya.

Kita Insan manusia memiliki kehendak dan ego yang begitu tinggi, tanpa sadar kita mengedepankan pencapaian sementara, tanpa ragu kita melakukan hal-hal yang kadang tak seperlunya digadang-gadangkan sebagai sesuatu yang terpenting demi kelangsungan hidup, dan tanpa permisi terkadang kita mampu membuat sayat-sayat jeritan luka pada sesama disekitar kita.

Renungkanlah sejenak, teteskanlah sedikit titisan air mata dan pahamilah bahwasanya kita hidup memiliki batas usia yang sudah terselipkan pada buku duniawi. Apakah pernah kita menghayalkan satu hal bahwasanya kapan kita akan dipanggil dan seperti apa kelak kita nanti ketika mata sudah tertutup, nafas tak lagi berhembus, dan tubuh tak lagi bergerak.

Satu hal awal yang mungkin pernah kita bayangkan yaitu ketika kita terlahir didunia ini dengan tangan yang masih menggenggam, dan tangisan yang menggebu-gebu karena kita hadir dan akan melawan deras arus kehidupan yang penuh dengan sandiwara-sandiwara. Tak lekang oleh waktu,tak luput oleh dosa dan kehilafan-kehilafan itulah insan manusia, mari bebenah, renungkan sejenak tentang apa yang sudah kita perbuat dihari kemarin, masih banyak perkara yang telah membuat kita rapuh dan tak mampu memahami sepenuhnya tentang arti dari sebuah dinamika.

Satu sisi dari sisi duniawi ialah tak mampu kita rasakan pahit serta jeritan-jeritan saudara-saudara kita yang penuh dengan kekurangan disekitar kita, sementara kita sendiri baru sedikit saja tersendak kadang kita tak lagi ingin mengikuti arus kehidupan sesuai alurnya, muncul problema-problema yang menciutkan niat kearah kebaikan, muncul rasa ego tanpa memikirkan bahwasanya kita hanya diberi sedikit cobaan agar mampu menjadi insan yang bersabar dan pandai bersyukur terhadap segala karunia yang diterima.

Olehnya itu selagi kita masih menghembuskan nafas, selagi kita masih melihat indah dunia, selagi kita masih saling menatap dan bisa saling memaaf-maafkan marilah kesempatan itu jangan kita sia-siakan, dikarenakan kita tak pernah tau kapan ajal akan merangkul kita dan membawa kita pergi dari dunia ini.


Kota Balikpapan, Kamis 17 Maret 2016

TUHAN AJARI AKU MENGHAPUS KENANGAN


TUHAN AJARI AKU CARA MENGHAPUS KENANGAN

Destinasi Cinta



“KITA adalah cerita. Yang entah dihentikan kenangan atau kematian. Kucoba nikmati malam dengan kehilangan. Ketika selamat tinggal datang tanpa ucapan. Saat itu pula aku mencoba melupakan.”

Ajari aku cara menghapus kenangan. Lelah sudah batin ini terhimpit duka cita yang menjelmakanku sebagai pesakitan. Kecintaan pada seseorang memang tiada boleh melebihi kecintaan pada Tuhan. Hanya saja perjalanan masa lalu sukar dilupakan. Kebersamaan dengannya begitu lekat dalam ingatan.

Ada perih yang menjantung di dada saat jiwa belum diberi kesanggupan ikhlas atas sebuah kepergian. Dahulu kupikir, jarak terjauh dua pecinta bukanlah ketiadaan seseorang dalam diri kita, tetapi kesanggupan kita yang kurang untuk menyematkannya dalam doa lisan dan perbuatan. Akan tetapi ternyata aku salah. Sekuat apapun ku himpun dirimu dalam keagungan doa berbalut firman, pada akhirnya kita terpisah oleh sebuah keadaan.

Hari ini dirimu duduk bersanding di pelaminan. Aku sengaja datang meski tiada kau hantar sepucuk undangan. Padahal sempat terpikir, kurang apa diriku berkorban perasaan. Dirimu kerap meramu keberangkatan, namun masih saja aku bersetia dalam penantian. Katamu, kepergian adalah cara yang disediakan Tuhan untuk memahamkan arti sebuah kerinduan. Atas dasar itu pula saban waktu segala doa kebaikan atasmu selalu saja aku curahkan, dengan harap suatu ketika menyatukan kita dalam pernikahan.

Pada akhirnya, setelah sekian waktu larut dalam sebentuk renungan. Tersadar, “Kepergian seseorang mungkin karena Tuhan cemburu pada kita karena Dia merasa diduakan” Memang kuakui, terlalu sibuk aku berharap pada manusia, hingga lupa pengabul harapan terbaik hanyalah Tuhan. Namamu lebih ku utamakan bergema dalam sujud daripada orang tuaku sendiri yang harusnya lebih patut kumuliakan. Bukankah tindakan demikian jelas salah satu bentuk kedurhakaan.

Lain daripada itu, sebelum menyebut untai namamu karena kasmaran. Harusnya lebih bijaksana mendahulukan nama-Nya sebagai wujud kecintaan. Sayangnya baik orang tua maupun Tuhan sama-sama tak kuhiraukan. Kini sampailah padaku sebuah teguran, lain waktu jangan sampai perihal birahi asmara membuatku hilang kesadaran. Dengan memohon segala ampunan, kuhatur harap dengan sedalam-dalamnya perasaan, “Tuhan, ajari aku cara menghapus kenangan. Agar hatiku kembali menemu kedamaian dalam merengkuh ikhtiar menyempurnakan separuh agama seperti yang Engkau perkenankan.”



Kota Balikpapan, Rabu 16 Maret 2016

Rabu, 16 Maret 2016

BAHASAMU PEMIMPIN


BAHASAMU PEMIMPIN



Mao melakukan perubahan membentuk nasionalisme yang sangat kuat di negeri Cina lewat revolusi budaya. Yang pertama kali dilakukannya adalah mengembalikan bahasa Cina baik yang daerah maupun nasional untuk kembali digunakan dengan baik dan benar. Mao sangat mengerti peranan bahasa di dalam perubahan dan membentuk bangsa dan Negara. Dia juga sangat paham bahwa bahasa merupakan benteng terkuat dari sebuah bangsa dan Negara yang melebihi dari senjata militer terkuat apapun. Hal yang sama juga dilakukan di Jepang dan Korea di masa lalu. Lihatlah perubahan Korea setelah terjadi perubahan dalam bahasa, di mana bahasa “gaul” menjadi lebih penting dari bahasa Korea yang sejatinya.

Revolusi Perancis berhasil merubuhkan aristrokrasi dan kaum borjouis namun ada satu hal yang tetap mereka pertahankan yaitu bahasa “elite”. Biar bagaimanapun bahasa “elite” ini patut dipertahankan untuk membuat Perancis tetap terjaga “keelitannya”. Aristokrat dan borjouis dihancurkan tetapi mereka sadar penuh bahwa dengan menjaga bahasa “elite” maka posisi Perancis akan tetap pada posisi “elite”. Bahkan kaum kelas bawah pun terus diajarkan dan dibiasakan menggunakan bahasa “elite” ini hingga saat ini untuk menjaga kehormatan, harga diri, jati diri, kesejatian, dan posisi bangsa dan Negara Perancis.

Demikian juga dengan Cuba dan Kolombia yang meski merupakan bekas Negara jajahan Spanyol, namun mereka tidak mau menjadi bangsa dan Negara yang dianggap hina dan rendah. Mereka mempertahankan tetap menggunakan bahasa Spanyol kelas atas dalam keseharian. Di sinilah kehormatan dan harga diri mereka tetap terjaga dan sulit untuk dihancurkan. Meski dijadikan sebagai bulan-bulanan Amerika dan Negara lain dan dianggap Negara yang penuh dengan narkoba dan kejahatan, tetapi mereka mampu bertahan. Sebagai catatan penting, mereka memang menjual narkoba tetapi di Negara mereka sendiri, hukuman mati diberikan bagi siapapun yang menggunakan narkoba. Hebat, kan?!

Bandingkan dengan Amerika yang memang tidak memiliki dasar budaya kuat kecuali penduduk Amerika asli yang dimusnahkan oleh pendatang dan penjajah. Amerika tidak memiliki bahasa sendiri dan hanya mengambil bahasa Inggris sebagai bahasa mereka, sementara dari keragaman penduduk, situasi, dan kondisi mereka saja sudah berbeda. Ditambah lagi dengan berkembangnya bahasa “gaul” dan bahasa “jalan” yang semakin memperlemah diri mereka sendiri, tak heran jika Amerika harus mengandalkan senjata dan strategi politik menyerang untuk mempertahankan diri. Sayang sekali, justru cara Amerika inilah yang dianggap benar, hebat, dan baik pada saat ini serta ditiru oleh sebagian besar rakyat Indonesia.

Bagi sebagian besar, bahasa sepertinya tidak dianggap penting dan hanya sekedar mampu berkata saja. Jika dipelajari secara serius, bahasa merupakan sarana dan alat untuk kita merasakan dan berpikir sekaligus sarana dan alat bagi kita untuk mengungkapkan rasa dan pikiran. Setiap kata yang terurai dari kita adalah cermin dari hati dan pikiran kita, yang memperlihatkan bagaimana struktur, pola, cara berpikir dan juga wawasan serta intelijensia. Tidak ada satu pun manusia jenius yang terlahir di dunia ini yang tidak menggunakan bahasa papan atas, sebab isi otak papan atas mereka secara otomatis terurai lewat bahasa yang mereka gunakan.

Jika kita mau mempelajari lebih mendalam lagi tentang bahasa, maka belajarlah dari bagaimana Allah berbahasa. Allah bisa memilih menggunakan bahasa apapun di dunia ini, namun mengapa Dia memilih menggunakan bahasa yang sedemikian indah dan berkelas? Mengapa Dia tidak memilih menggunakan bahasa yang gampang dan mudah, padahal Dia bisa lebih seenaknya dari semua makhluk ciptaan-Nya. Mengapa Dia begitu berhati-hati di dalam memilih kata, membuat pola, struktur, dan menyusun kata-katanya dalam kalimat-kalimat?! Bukankah Allah Maha Kreatif sehingga bisa membuat bahasa suka-suka?! Jika sedemikian tidak pentingnya bahasa, maka Allah tidak perlu repot-repot melakukan semua ini, kan?!

Lantas sekarang bagaimana jadinya Indonesia bila pemimpinnya saja lebih memilih menggunakan bahasa mereka sendiri dan asing?! Mengapa sedemikian egoisnya hingga hanya memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan Indonesia seperti apa yang selalu diungkapkan dan dijual?! Sebegitu tidak pentingnyakah Indonesia hingga selalu mendahulukan diri dan bahasa sendiri?! Kata bisa berdusta namun kata juga mengungkap semua dusta yang terurai lewat kata dan bahasa. Silahkan saja untuk menyanggah dan tidak mengakuinya, tetapi sungguh ilmu yang diberikan Allah itu sangatlah luar biasa. Seberapa hebat alasan, sanggahan, dan dusta yang terus terurai tetapi Allah sudah mengajarkan bagaimana “membaca” dengan mengkaji setiap kata bahkan huruf yang terurai dari setiap manusia. Sekarang barangkali tidak dimengerti oleh kebanyakan tetapi semua ada masa dan waktu untuk membuktikannya.

Jika dirimu adalah “gue” maka saya bukanlah dirimu, dan jika saya adalah “elo” maka saya dan dirimu bukanlah kita. Sementara seorang pemimpin bukanlah seorang penguasa yang seenaknya tetapi sebaiknya memiliki kerendahan hati untuk menahan diri dan melepaskan semua keegoisannya untuk bersama. Bukan soal suka atau tidak suka, namun “mau-maunya gue” menjadi cermin keangkuhan yang hanya mementingkan diri sendiri saja.

Jika bahasamu jauh lebih penting dari bahasa Indonesia yang baik dan benar, maka apalah artinya Indonesia bagimu?! Seorang pemimpin yang terhormat selalu mampu menggunakan bahasa dengan baik dan benar karena tahu arti pentingnya bahasa bagi mereka yang dipimpinnya. Jika memang bahasa Indonesia itu tidak dipentingkan dan diprioritaskan, maka patut dipertanyakan “kelas” dan “kualitasnya” atau bagaimana posisi Indonesia yang sesungguhnya bagi dirinya. Pantaskah mengaku-aku merendah dan merakyat jika demikian?! Bahkan Allah pun tidak diikuti dan diabaikan ajaran yang mendasarnya saja, apalagi manusia?!

Saya ingin seluruh rakyat Indonesia mengerti dan sadar penuh dengan merendahkan hati untuk mau terus belajar dan belajar. Kita hanyalah manusia biasa yang penuh dengan dosa dan bisa berbuat salah. Buat saya, tidak perlu muluk-muluk, mulai saja mengikuti apa yang diajarkan oleh-Nya dari hal yang paling mendasar yaitu, membaca dan menulis. Membaca bukan hanya sekedar membaca kata dan mengartikannya secara harfiah, tetapi tahu persis apa arti setiap huruf, kata, kalimat, struktur, pola, dan susunannya agar mengetahui lebih jelas apa makna tersirat, tersurat, teks dan konteksnya.

Seperti surat Al Insan dalam Al Quran yang bila dijumlahkan setiap hurufnya maka menjadi rangkaian kalimat-kalimat berisi petunjuk tubuh manusia, yang jika ditotal adalah sama dengan jumlah simpul saraf tubuh manusia. Luar biasa, bukan?!

Begitu juga dengan menulis, ajaran Allah yang pertama bagi saya adalah menulis. Dia memberikan contoh dengan menulis kitab-kitab suci yang turun secara bertahap, yang menjadi simbol bahwa semua ada prosesnya, sedikit demi sedikit hingga sempurna. Salah tak mengapa namun yang terpenting adalah terus menulis. Jika pun tidak menulis maka uraian kata yang terlontar dari mulut dan bibir sebaiknya mencontoh dari apa yang telah diajarkan dan diberikan contoh oleh-Nya.

Susah?! Ya memang tidak mudah, tetapi bukan tidak bisa bila tidak memiliki kemauan. Indonesia ini membutuhkan pemimpin yang benar-benar mampu menjaga Indonesia, peduli dengan Indonesia, dan memperioritaskan Indonesia. Oleh karena itu, hati-hatilah dengan bahasamu, wahai pemimpin! Bahasamu walau penuh dusta tetap mencerminkan siapa dirimu yang sesungguhnya! Saya tidak akan pernah mau terjerumus permainan politik bahasamu!

BAGAIMANA CALON PEMIMPIN KABUPATEN BUTON TENGAH...?

Semoga bermanfaat.

Kota Balikpapan

Rabu, 16 Maret 2016

PUTUS BUKAN AKHIR CERITA


PUTUS CINTA BUKAN AKHIR DARI SEGALANYA
AMBILAH PELAJARAN DARI KISAH INI


Ada cerita karena putus cinta dengan pinangan yang akan menikahinya, seorang muslimah nyaris bunuh diri. Dia stres dan tidak kuat menanggung beban saat ditinggalkan oleh kekasihnya padahal, apa  yang dialami itu (ditinggal kekasih) belum tentu membawa mala petaka baginya. Bisa jadi itulah jalan terbaik agar tidak dinikahi oleh lelaki-yang menurut pandangan Allah tidak tepat bagi kelangsungan rumah tangganya.


Dikatakan Allah dalam Al-Quran,... “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, Sedang kamu tidak mengetahui (QS Al-Baqarah [2]: 216). Menyikapi ujian hidup memang butuh kesabaran dan pemahaman yang mendalam.

Dalam artian, muslimah perlu mengedepankan perasaan baik sangka kepada Allah. Yakinlah bahwa Allah tidak akan menguji diluar batas kemampuan Hamba-Nya. Dia juga yang akan memberi yang terbaik bagi Hamba-Nya. Bisa jadi ujian tersebut akan membawa hikmah besar dikemudian hari.

Firman Allah dalam Hadits Qudsi, "Aku tergantung pada prasangka Hamba-Ku, dan Aku bersama nya jika dia Mengingatku, "Jika dia mengingatku dalam jiwa nya, Aku mengingatnya dalam Diriku; Dan jika dia mengingatku dalam lintasan pikirannya, Niscaya Aku akan mengingatnya dalam pikirannya kebaikan darinya (Amal-Amalnya): dan jika dia mendekat Kepadaku setapak, Aku akan mendekatkannya Kepada-ku Sehasta, Aku Akan Mendekatkan Nya Kepadaku Sedepak: Dan Jika Dia Mendatangi-ku Dengan Berjalan, Aku Akan Menghampiri-Nya Dengan Berlari" (HR Bukhari Dan Muslim).


Muslimah Yang Berbaik Sangka Kepada Allah Akan Melihat Setiap Ujian Hidup Nya Sebagai Sebagai Peluang Sekaligus Pertaruhan Untuk Menempa Dirinya Menjadi Pribadi Sukses. Sebaliknya, Jika Muslimah Senantiasa Berburuk Sangka Atas Apa Yang Menimpahnya, Dia Akan Mudah Sedih, Bingung, Atau Patah Semangat Sehingga Membuat Hidupnya Semakin Terpuruk.


Balikpapan, 16/03/16

DESA WATORUMBE

SELAYANG PANDANG   DESA WATORUMBE KECAMATAN MAWASANGKA TENGAH KABUPATEN BUTON TENGAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA        ...